Penulis : Redaksi

Menurut Pazri, UU Provinsi yang disahkan dan sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo kemudian diundangkan Menteri Hukum 16 Maret 2022 menggambarkan dugaan proses legislasi yang ugal-ugalan.

“Dugaan ugal-ugalan karena ingin cepat sampai, kilat dan selesai, sehingga dugaan segala cara dihalalkan supaya uu ini cepat ada, tidak memperhatikan kebutuhan daerah dan partisipasi masyarakat,” katanya.

Padahal banyak kejanggalan dalam UU No 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalsel tersebut, dari sebelumnya RUU 58 Pasal menjadi hanya 8 Pasal,  seolah-olah sudah dari dahulu Pasal 4 terkait kedudukan Ibu Kota Provinsi Kalsel di Banjarbaru.

Kemudian perpindahan ibu kota tidak melalui kajian khusus, tidak melibatkan dua walikota dan 11 bupati, DPRD Kab/Kota se-Kalsel, minimnya partisipasi masyarakat, tidak ada uji publik, pembahasan tidak terbuka, dokumen RUU yang sulit diakses di website DPR RI.

“UU yang baru disahkan itu jelas tidak mengakomodir landasan filosofis, landasan sosiologis, landasan yuridis dan historis, UU Kalsel dan sangat tidak lengkap serta ke depan akan menimbulkan ketidakpastian hukum,” pungkas Pazri. [tim]

Advertisements