Penulis : Redaksi

Banjarmasin, lenterabanua.com – Minyak goreng curah untuk konsumsi masyarakat tidak akan diperbolehkan lagi, dan wajib berkemasan. Aturan ini berlaku sejak 1 Januari 2022 mendatang.

Hal ini sesuai dengan Permendag RI Nomor 36 Tahun 2020. Regulasi ini telah disosialisasikan Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI bersama Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Kalsel.

“Akhirnya terbitlah kebijakan baru, yaitu Permendag Nomor 36/ 2020, yang kini sudah disosialisasikan ke seluruh daerah di Indonesia,” jelas Indra, Juru bicara Kemendag dari Direktorat Bahan Pokok dan Bahan Penting.

Pernyataan itu disampaikan Indra, saat sosialisasi Permendag ini bersama semua jajaran Dinas Perdagangan beserta sejumlah UPT Pengelola Pasar di kabupaten/kota se Kalsel. Sosialisasi dilaksanakan di kantor Disdag Kalsel secara virtual, Rabu (25/8/2021).

Indra menjelaskan, kebijakan minyak goreng wajib berkemasan berstandar SNI ini sudah dicanangkan pemerintah sejak 2014 lalu. Melalui Permendag Nomor 80/ 2014.

“Akan tetapi setelah dilakukan evaluasi dan koordinasi dengan pihak produsen, BPOM dan pihak terkait lainnya terdapat beberapa kendala untuk pelaksanaannya dalam waktu singkat,” ungkapnya.

Kemudian, lanjutnya, disepakati untuk dilakukan penundaan guna melakukan persiapan sarana-prasarana penunjang lainnya agar pelaksanaannya bisa lebih efektif dan dapat diterima oleh semua pihak.

Sementara, Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Kalsel, Birhasani menyambut baik kebijakan tersebut.

Menurutnya, ada beberapa keunggulan minyak goreng berkemasan dibandingkan minyak goreng curah, yaitu minyak goreng berkemasan tentu lebih higenis karena menggunakan kemasan yang memenuhi standar kesehatan, tidak mudah tercemar oleh kotoran.

“Sehingga konsumen pun terlindungi, karena pada kemasannya didapati keterangan tentang pembuatan dari bahan apa saja, kapan masa kadaluarsanya berakhir,” ucapnya, kepada wartawan, Kamis (26/8/2021).

Dikatakannya, yang terpenting adalah dikemasannya tercantum nama perusahaan atau produsennya sebagai penanggung jawab produk tersebut.

“Sedangkan minyak goreng curah rentan cepat rusak, mudah terkontaminasi dengan kotoran, mudah dioplos dengan minyak jelantah, bahkan mungkin saja dengan bahan terlarang lainnya,” ujarnya.

Dari segi harga, lanjut Birhasani, memang saat ini memang ada perbedaan sekitar Rp500 sampai Rp.1000 lebih mahal minyak goreng berkemasan.

“Tapi kecenderungan masyarakat sekarang lebih memilih minyak goreng yang berkemasan, terutama untuk keperluan konsumsi rumah tangga,” jelasnya.

Diketahui, Kalimantan Selatan sebagai daerah yang potensi perkebunan sawitnya cukup banyak tentunya diharapkan dapat meningkatkan investasinya untuk hilirisasi industri.

Yakni pengolahan CPO menjadi minyak goreng berkemasan, sehingga tentunya dengan lahirnya industri minyak goreng kemasan akan menyerap tenaga kerja baru bagi masyarakat Kalsel.

Selain itu, di Kalsel sudah ada satu perusahaan yang memproduksi minyak kemasan yaitu PT Sime Darby Oil dengan merk Minyak Goreng Alif, yang sekarang ini sudah familiar bagi masyarakat Kalsel.

“Mudah-mudahan perusahaan ini segera memproduksi dengan bahan kemasan lebih sederhana namun tetap memenuhi standar SNI. Dengan begitu harga jualnya ke konsumen bisa lebih murah,” harapnya.

Birhasani juga menambahkan pihaknya akan terus menyosialisasikan kebijakan baru ini agar pada waktunya nanti bisa dilaksanakan dengan baik dan masyarakat pun bisa menerimanya. ***

Advertisements