Kedua tersangka gratifikasi Program PTSL 2017 adalah mantan Kepala dan Kasubsi Pengukuran BPN Kabupaten Tanah Bumbu, I dan S.
Tanah Bumbu, lenterabanua.com – Ditahan, Mantan Kepala BPN Dijebloskan ke Lapas Batulicin
MANTAN Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel, berinisial I, hanya bisa tertunduk lesu saat digiring petugas Kejaksaan Negeri setempat, Rabu (13/7/2022) petang.
Ia bersama mantan anak buahnya, S, digiring dengan tangan terborgol dan mengenakan rompi tahanan ke dalam mobil jenis minibus bernopol DA 150 Z warna hitam untuk diantar dan dititipkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Batulicin, Tanah Bumbu.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan karena diduga menerima gratifikasi program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2017 di 4 desa. Yakni Desa Bayansari, Banjarsari dan Purwodadi Kecamatan Angsana serta Desa Sari Mulya, Sungai Loban.
“Keduanya dipanggil sebagai saksi. Hasil pemeriksaan statusnya naik tersangka hari ini,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu, I Wayan Wiradharma didampingi jajarannya dalam jumpa pers, Rabu (13/7/2022).
Dijelaskannya, penyelidikan dimulai Maret 2022 lalu. “Empat bulan kami kumpulkan bukti. Kini sudah lengkap sehingga naik kepenyidikan,” jelasnya.
Dikatakan Kajari, dalam modusnya, kedua tersangka mematok harga Rp 1,75 juta hingga 3,5 juta setiap persil. “Total yang mereka terima lebih Rp 1 miliar di 4 desa tersebut,” imbuhnya.
Selama pelaksanaan kegiatan PTSL tahun anggaran 2017 tersangka I selaku Kepala BPN dan S selaku Kasubsi Pengukuran BPN Kabupaten Tanah Bumbu tidak mempedomani sejumlah regulasi dan peraturan.
Diantaranya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 12 Tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Kemudian Surat Keputusan Bersama 3 Menteri, Menteri ATR/Kepala BPN, Mendagri dan Menteri Desa dan PDTT Nomor 25/2017, 590.3167/2017 dan 34/2017.
Serta Perbup Tanah Bumbu 48/ 2017 tentang Pembiayaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap yang dibebankan kepada masyarakat.
“Setiap pemohon PTSL diwajibkan membayar uang sebesar Rp 3.500.000 per persil di Desa Bayansari, Banjarsari dan Purwodadi. Serta Rp 1.750.000 per persil di Desa Sari Mulya,” terangnya.
Tersangka S setelah menerima uang dari pemohon sertifikat pada 4 desa tersebut selanjutnya melaporkan dan menyerahkan uang pungutan tersebut kepada tersangka I.

“Selanjutnya uang tersebut dibagi oleh para tersangka,” tegasnya seraya menyebutkan biaya pengurusan seritfikat pada PTSL yang diminta tersangka S diluar ketentuan.
Disinggung terkait kemungkinan masih ada temuan di desa lain dan tambahan tersangka, Kajari mengaku masih menunggu hasil pengembangan. Sementara para kepala desa statusnya sebagai korban.
“Berdasarkan penghitungan sementara diatas Rp 1.000.000.000 dan perhitungan final terkait jumlah keseluruhan pungutan masih dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh penyidik,” tambahnya.
Sementara Kuasa Hukum kedua tersangka, Arbain mengaku dirinya kemungkinan akan mengajukan penangguhan penahanan bagi tersangka I. Alasannya karena yang bersangkutan sedang sakit.
“Kita pertimbangkan mengajukan penangguhan. Pasalnya I sedang sakit. Beliau sakit jantung,” ungkapnya singkat.
Sedangkan terkait materi yang disangkakan, Arbain menyebutkan jika keduanya terpaksa melakukan tindakan hukum dengan membuat kebijakan sendiri karena dana operasional dari pemerintah minim.
“Dana operasional tak cukup. Hanya Rp 2 juta saja. Sementara dana pembuatan sertifikat Rp 5 juta. Jadi mustahil cukup. Tapi pungutan itu tak ada paksaan dan sukarela,” dalihnya.

Atas perbuatannya melawan hukum, kedua tersangka akan dijerat UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Ancamannya paling lama 20 tahun penjara,” pungkas Kajari I Wayan Wiradharma seraya menyentil jika pengungkapan kasus ini kado istimewa Hari Bhakti Adyaksa ke-62. [hk]