Penulis : Redaksi

Suasana Pusat Kota Banjarbaru. Ft Istimewa|Wikipedia

Banjarmasin, lenterabanua.com – Wacana pemindahan Ibu Kota Provinsi Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru yang termuat dalam UU Provinsi Kalsel masih menjadi pro kontra.

Termasuk diantaranya wacana melayangkan judicial review terhadap produk hukum tersebut oleh Forum Kota Banjarmasin (FKB). Melalui Borneo Law Firm (BLF) yang ditunjuk FKB, terus menyiapkan segala bukti dan dokumen yang diperlukan.

Diprediksi, dalam waktu dekat, bukti-bukti dan dokumen yang diperlukan sudah siap semua.

“Kalau tidak ada halangan, insyaallah akhir Maret sudah finalisasi, kami juga baru dapat naskah akademiknya,” kata Direktur BLF,  Muhammad Pazri, Selasa (22/3/2022).

Karena itu, tim bersama FKB terus berkoordinasi untuk mematangkan. “Kita beberapa hari lalu bersama FKB terus mematangkan strategi,” imbuhnya.

Menurut Pazri, UU Provinsi yang disahkan dan sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo kemudian diundangkan Menteri Hukum 16 Maret 2022 menggambarkan dugaan proses legislasi yang ugal-ugalan.

“Dugaan ugal-ugalan karena ingin cepat sampai, kilat dan selesai, sehingga dugaan segala cara dihalalkan supaya uu ini cepat ada, tidak memperhatikan kebutuhan daerah dan partisipasi masyarakat,” katanya.

Padahal banyak kejanggalan dalam UU No 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalsel tersebut, dari sebelumnya RUU 58 Pasal menjadi hanya 8 Pasal,  seolah-olah sudah dari dahulu Pasal 4 terkait kedudukan Ibu Kota Provinsi Kalsel di Banjarbaru.

Kemudian perpindahan ibu kota tidak melalui kajian khusus, tidak melibatkan dua walikota dan 11 bupati, DPRD Kab/Kota se-Kalsel, minimnya partisipasi masyarakat, tidak ada uji publik, pembahasan tidak terbuka, dokumen RUU yang sulit diakses di website DPR RI.

“UU yang baru disahkan itu jelas tidak mengakomodir landasan filosofis, landasan sosiologis, landasan yuridis dan historis, UU Kalsel dan sangat tidak lengkap serta ke depan akan menimbulkan ketidakpastian hukum,” pungkas Pazri. [tim]

Advertisements