Penulis : Redaksi

Kotabaru, lenterabanua.com – Harga jual hasil pertanian dan perkebunan lokal sempat anjlok. Terlebih, kejadian ini ternyata juga sudah sering dialami masyarakat di desa Gunung Ulin, kecamatan Pulau Laut Utara, kabupaten Kotabaru.

Selain anjlok, hasil pertanian yang digarap oleh mereka pun ternyata masih kalah bersaing dengan kabupaten dan provinsi lain. Bahkan Sulawesi, Tanah Laut dan Banjar dikabarkan telah menguasai pendistribusian di pasar tradisional di wilayah itu.

Hal ini mengemuka saat Anggota Komisi II DPRD Kalsel, Muhammad Yani Helmi menggelar kegiatan reses di desa itu, Rabu (5/5/2021) kemarin.

“Saya rasa tidak enak didengar ya, ketika warga masyarakat bercocok tanam dan berkebun yang menghasilkan sebuah komiditi tetapi secara harga anjlok. Hal ini kami tidak mau inginkan,” ujarnya.

Tak ingin berdiam diri, legislator yang akrab disapa Paman Yani ini berencana akan memperjuangkan aspirasi itu di Gedung DPRD Kalsel. Ia berjanji segera memanggil sejumlah SKPD terkait untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang kini menjadi persoalan bersama.

“Saya akan segera panggil Dinas Perdagangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura, Ketahanan Pangan hingga perkebunan ditingkat Kalsel ataupun kabupaten nanti untuk berdiskusi dalam menyelesaikan permasalahan ini,” tegasnya.

Paman Yani menginginkan adanya pola yang tepat agar hasil pertanian dan perkebunan milik masyarakat lokal di wilayah tersebut bisa menguasai pangsa pasar minimal di daerahnya sendiri.

“Sekali lagi, terpenting kita suarakan dulu kepada pemerintah baik provinsi maupun kabupaten. Agar kedepan, hasil pertanian yang digarap oleh warga disini semestinya harus dan mampu merajai pangsa pasar di wilayahnya sendiri kalau perlu di kota besar seperti di Banjarmasin,” ucapnya.

Ia menilai, meski dibantu dengan alat mesin pertanian (alsintan) dan mendapatkan bibit unggul terbaik. Menurutnya lagi, apabila tidak diberikan bimbingan serta penyuluhan maka hasilnya pun dipastikan juga tidak maksimal.

“Seperti tadi, walaupun dibantu dengan sebaik apapun bibit dan mesin pertaniannya saya rasa percuma juga. Meski hasil berlimpah tapi terbuang sia-sia dan harganya juga tidak sesuai ya rugi kan,” katanya.

Sementara salah seorang warga sesa Gunung Ulin, Abdul Wahid membenarkan adanya hal tersebut.

“Hasil pertaniannya itu ada yang berasal dari kabupaten Banjar, Tanah Laut bahkan provinsi lain seperti Sulawesi juga masuk kesini. Sehingga, harga jual sayur mayur kami sering mengalami kerugian,” tuturnya.

Dia berharap, pemerintah bisa memberikan perhatian serius untuk segera menangani penyelesaian permasalahan tersebut, baik dalam bentuk strategi penjualan, penyuluhan secara berkala maupun menjaga kualitas sampai dengan teknik pembibitan yang benar.

“Inilah kendala kami sebagai petani yang sekaligus pekebun. karena kalau sudah masuk distribusi hasil pertanian dikabupaten dan provinsi lain otomatis anjlok. Setidaknya, tolong kepada pemerintah agar diperhatikan nasib kami,” lanjutnya selaku perwakilan petani di desa Gunung Tinggi, Kotabaru.

Di lokasi yang sama, Kepala Dusun desa Gunung Tinggi, Syahrin menyebutkan, dari ratusan lebih masyarakat yang tinggal di daerah tersebut, diakuinya aktivitas warga di desa Gunung Tinggi mayoritas adalah petani dan mengelola perkebunan.

Namun, setiap kali panen, harga yang mereka jual dan dibawa ke kota besar rata-rata ternyata selalu mengalami kerugian hingga anjlok dipasaran.

“Khususnya RT 01 disini yang paling terbanyak. Sekedar diketahui, mayoritasnya 75 persen adalah petani dan pekebun yang lebih banyak menanam sayur mayur. Kalau ditanya harga jual sudah sering mengalami kerugian hingga ajlok dipasaran, semisalnya satuannya Rp3.000 ya tetap saja jangan dinaikkan lagi,” katanya. ***

Advertisements