“Mereka harus penyesuaian izin dan berpartisipasi dalam pembangunan daerah,” ucap Udoyo usai pertemuan.
Yakni penyesuaian izin jalan khusus. Selain itu akan rasionalisasi, pasalnya ada aset daerah yang dimanfaatkan dalam operasional mereka.
“Dulunya perda, mereka akan menyesuaikannya dengan Permen PUPR Nomor 11 Tahun 2011 yang sudah NSPK (regulasi yang memenuhi norma standar prosedur dan kriteria). Poinnya jalan khusus itu harus izin bupati. Penggunaan lain-lain harus sepengetahuan bupati,” tegasnya.
Termasuk jalan daerah yang di-crossing perusahaan harus diketahui kepala daerah. Disebutkannya, sebagian jalan daerah diakuinya memang ada yang di crossing korporasi pertambangan di daerah ini.
“Hari ini kita membicarakan persoalan ini kepada PT TMA untuk menemukan titik temu,” ucapnya seraya menyebutkan akan ada pertemuan lanjutan guna mengambil kesepakatan.
Diakuinya, semua perusahaan yang menyelenggarakan jalan khusus dan pemanfaatan aset daerah sudah beroperasi lama. Namun selama ini tak pernah ada retribusi dan kontribusi ke daerah terkait hal ini.
“Iya kita akui ada kealfaan selama ini. Mungkin terlupakan,” dalihnya.
Menilik kebelakang, Rahmad Udoyo menjelaskan dalam Perda Tanah Bumbu Nomor 4 Tahun 2006 kemudian terbit perubahan Perda Nomor 1 Tahun 2016 tentang jalan khusus, disebutkan jika perusahaan yang masuk kategori ini wajib berpartisipasi memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah.
“Karena dari operasional mereka pasti berdampak bagi masyarakat. Masyarakat terpapar penyakit mengeluhkan ke pemda. Akhirnya pemkab yang menggelontorkan anggaran bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Di Permen juga poinnya nyaris serupa,” tandasnya.
Diterangkannya, PT TMA baru permulaan. Sejumlah perusahaan lainnya juga akan mendapatkan porsi yang sama, dilakukan pertemuan secara bertahap.
Sementara Plt Kepala Dinas PUPR Tanah Bumbu, Subhansyah tak menampik pemanggilan terhadap PT TMA. Ia menggarisbawahi, ada niat baik dari perusahaan untuk mendiskusikan persoalan ini.