Bupati Tanah Bumbu dr Zairullah Azhar yang juga Ketua DPW PKB Kalsel.
Tanah Bumbu, lenterabanua.com – Polemik perpindahan ibu kota provinsi Kalimantan Selatan dari Banjarmasin ke Kota Banjarbaru disikapi pro dan kontra berbagai pihak, termasuk tokoh politik dan kepala daerah
Bupati Tanah Bumbu Zairullah Azhar misalnya, ia sepakat jika Banjarbaru menjadi Ibukota Provinsi. Meski ditengah para elit Banjarmasin menolak perpindahan ibu kota provinsi ke Banjarbaru.
Zairullah tegas memberikan dukungan terhadap Undang-undang Kalsel tersebut. “Dari daerah, lebih dekat ke Banjarbaru dibandingkan Banjarmasin, ke sana butuh waktu perjalanan dan lebih padat,” kata Zairullah di Pagatan, Sabtu (26/3/2022).
Banjarbaru dinilai lebih dekat dan berada di tengah-tengah. Kota yang dirancang arsitek asal Belanda, Van Der Pijl itu pula dirasa cocok karena sudah ditata sejak tempo dulu.
“Banjarbaru masih longgar, masih banyak tempat untuk bisa dibangun,” kata dia.
Meski demikian, Banjarbaru dan Banjarmasin akan tetap terhubung karena daerah itu jadi vital ekonomi untuk banua.
Selain jadi bisa menjadi kota niaga, Banjarmasin bisa pula fokus untuk mengembangkan sektor pariwisata yang tak bisa lepas dari nilai sejarah di masa lampau.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Banjarmasin secara resmi akan melakukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Pemindahan Ibu Kota Kalimantan Selatan (Kalsel).
Hal itu diputuskan setelah Pemkot Banjarmasin selesai memparipurnakan kesepakatan bersama seluruh fraksi partai di DPRD Banjarmasin, Kamis (24/3).
Dalam rapat paripurna seluruh fraksi partai sepakat untuk mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Pemindahan Ibu Kota Kalimantan Selatan (Kalsel).
Ada 8 fraksi partai di antaranya PAN, Gerindra, Golkar, PDIP, PKS, PKB, Demokrat dan Restorasi Bintang Pembangunan.
“DPRD Banjarmasin siap berjuang ‘Waja Sampai Kaputing’ bersama kepala daerah untuk memperjuangkan Kota Banjarmasin agar tetap menjadi Ibu Kota Kalsel,” kata Ketua DPRD Banjarmasin, Harry Wijaya usai rapat paripurna.
Harry bilang yang menjadi pertimbangan kuat pihaknya ngotot melakukan JR ke MK lantaran UU itu dianggap cacat prosedur.
“Karena hampir tidak dilibatkannya Pemerintah Kota (Pemkot) hingga masyarakat Banjarmasin dalam proses penggodokan UU tersebut,” katanya.
Sementara itu, Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina mengatakan dengan dukungan bulat dari para legislator menjadikan penambah energi bagi pihaknya untuk melakukan JR.
“Selanjutnya Pemkot dengan bagian hukum akan melakukan langkah-langkah dalam rentang 45 hari maksimum terhitung dari 16 Maret untuk uji formil. Untuk uji materil tidak dibatasi waktu,” tambahnya.
Partisipasi publik yang minim, tidak dilibatkannya Pemkot Banjarmasin serta saat konsultasi publik di kalangan pemerintah provinsi yang menerima hanya sekda menjadi sejumlah alasan kuat pengajuan JR ke MK.
“Termasuk kajian dari Komisi 1 DPRD Kalsel, ketika ditanya badan keahlian legislasi DPR RI, jawabannya tidak pernah ada satu pun menyinggung pemindahan ibu kota. Tapi justru visinya jauh ke depan, yakni menyiapkan Banjarmasin sebagai pintu ibu kota negara,” katanya.
“Sehingga ini jadi dasar kuatnya dugaan ada tahapan formil yang tidak dipenuhi,” katanya. Maka dari itu, lanjutnya, jangan heran ketika ada reaksi keras dari masyarakat Kota Banjarmasin.
Adapun tim hukum yang akan melakukan JR ke MK, kata Ibnu, utamanya dari Pemkot Banjarmasin. Kemudian bisa kelompok masyarakat yang berbadan hukum, akademisi, perguruan tinggi, hingga pengacara. [zal]