Jakarta, lenterabanua.com – Banyak pihak yang mengakui bahwa desa memiliki peran besar bagi kota. Namun tetap saja desa masih dipandang belum mandiri dalam hal kemampuan ekonomi atau yang lainnya.
Sehingga, pembangunan desa akan menantang masa depan dengan kondisi perekonomian daerah yang semakin terbuka. Kemudian dibutuhkan pola kehidupan masyarakat yang semakin mengikuti tren perubahan dan adaptasi zaman.
Argumen itu terungkap dalam Kolokium Nasional Smart Village dengan mengusung tema “Human Resources and Transformation Towarda a World Village,” Minggu (19/12/2021).
“Kita tahu bahwa sebagian besar penduduk Indonesia berdiam di daerah pedesaan. Oleh karena itu, sewajarnya bila pembangunan pedesaan harus menjadi prioritas utama dalam rencana strategi dan kebijakan pembangunan,” ungkap Wakil Ketua DPRD Kalsel, M Syaripuddin yang hadir sebagai narasumber.
Menurutnya, bukan di Indonesia saja, bahkan bagi Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Jika tidak, maka jurang pemisah antara kota dan desa akan semakin tinggi terutama dalam hal perekonomian.
Ia menyampaikan, sesuai UU 6/2014 menyebutkan jika pembangunan desa bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan.
“Melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan,” lanjutnya.
Tentu, sambungnya, dengan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan untuk mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.
“Peningkatan kesejahteraan masyarakat desa harus dibangun berdasarkan beberapa pilar utama sekaligus,” imbuhnya.
Yaitu, katanya, kekuatan kelembagaan dan usaha produktif kolektif masyarakat, keterlibatan bermakna masyarakat dalam tata pemerintahan desa.
“Penguasaan atas literasi keuangan usaha, dan pengembangan serta pengelolaan BUMDes yang tepat dan handal,” jelasnya.
Dikatakannya, desa digital merupakan konsep program yang menerapkan sistem pelayanan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat berbasis pemanfaatan teknologi informasi.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan potensi desa, pemasaran dan percepatan akses serta pelayanan publik.
“Dalam konteks ekonomi, desa digital dapat dijadikan sebagai katalisator peningkatan kinerja ekonomi desa dan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa,” tandasnya.
Karena desa digital direncanakan akan memiliki website dan akun media sosial untuk promosi dan berita, sisteme-commerce serta aplikasi yang sesuai dengan karakter dan potensi ekonomi di setiap desa.
“Peran BUMDes terhadap kesejahteraan masyarakat. BUMDes dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum dan dalam kegiatannya tidak hanya berorientasi pada keuntungan keuangan,” terangnya.
Tetapi, katanya lagi, juga bertujuan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa.
“BUMDes dapat melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya,” paparnya.
Kolokium Nasional yang digelar secara daring ini, di isi sebagai keynote speak Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan mengundang narasumber lainnya.
Seperti Stafsus Mensesneg Faldo Maldini, Kepala Badan Pengembangan dan Informasi Desa Kemendesa PDTT Razali, Ketum DPP Asosiasi Desa Kreatif Indonesia Fikri El Aziz, dan Wasekjen BPP Hipmi Saifudin HS. *ril