Kabupaten Banjar, LENTERABANUA.COM – Mungkin terasa asing di telinga masyarakat apabila mendengar Desa Paau, sebuah perkampungan di pedalaman Pegunungan Meratus yang hanya dihuni 600 jiwa penduduk dengan 172 kepala keluarga (KK). Desa ini terletak di Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Tempat ini terisolir, jarang didatangi dan dikunjungi pendatang. Bahkan pemerintah daerah setempat tidak sering bertandang ke desa yang mayoritas penduduknya menggantungkan hidup dengan bertani dan memanfaatkan hasil hutan itu.
Sebenarnya, Desa Paau bak mutiara terpendam di dasar laut, lantaran memiliki bentang alam yang dapat memukau para wisatawan yang berkunjung ke sini. Namun, aura mistis di sini sangat kuat, sisa-sisa peradaban suku Dayak pedalaman.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Penyaluhan Indah, Desa Paau, Kecamatan Aranio, Aspiani Alpawi menjelaskan terdapat beberapa objek wisata yang sudah dibuka untuk kunjungan wisatawan, seperti Puncak Gunung Haur Bunak, air terjun Mandin Penyaluhan Luar, dan air terjun Mandin Penyaluhan Dalam.
Belum lagi ditambah dengan keindahan estetika susunan batu besar di aliran sungai berbatu yang disebut warga setempat sebagai Batu Balian.
“Kita kelola objek wisata Desa Paau adalah Puncak Gunung Haur Bunak dengan keindahan panorama pemandangan alam pegunungan dari ketinggian 1.129 Mdpl, kemudian air terjun,” tutur Aspiani kepada lenterabanua.com, Senin (30/11/2020).
Dia menilai, keindahan alam di desa ini masih berbalut mistis, yang secara turun-temurun dituturkan warga sekitar, serta orang-orang yang pernah datang ke tempat ini.
“Di balik keindahannya, memang Puncak Gunung Haur Bunak dan Batu Balian terungkap cerita mistis dari setiap orang yang pernah kesana,” kata Aspiani.
Dia sempat mendengar cerita warga lokal yang pernah mengalami hal di luar nalar ketika berada di puncak Gunung Haur Bunak.
Mereka menyaksikan bambu berdahan duri bergerak-gerak melambai agar orang tersesat ditelan hutan. Padahal, saat itu sedang tidak ada desir angin. Suasana sungguh sedang senyap-senyapnya.
Mitosnya, dari situlah tempat ini mendapat sematan Gunung Haur Bunak. Haur artinya bambu dan bunak artinya berduri.
“Warga pernah mengalami hal gaib di atas gunung, melihat sebuah telaga atau kolam berdinding beton yang sekelilingnya ditumbuhi haur bebunak, seperti hidup melambai-lambai seakan memanggil orang yang melihatnya,” tuturnya.
Mitos Perang Ilmu dan Penari Wanita Kesurupan
Dalam kurun waktu tertentu, masih diadakan acara Adat Balian dengan ritual Batandik atau tarian khusus memanggil roh gaib. Penari dalam ritual tersebut akan kerasukan roh halus.
Aspiani menuturkan, lokasi Batu Balian dikeramatkan dan dianggap tempat sakral secara turun temurun.
Tempat tersebut dianggap pintu gerbang untuk menembus dimensi lain, menjadi alat komunikasi antar suku Dayak yang tersebar di daerah lain. Bahkan, lokasi ini diyakini masyarakat sekitar menjadi ajang beradu sakti antara suku Dayak.
Yang kalah, kata Aspiani, dikutuk menjadi Batu Balian. Hal tersebut menjadi legenda penduduk setempat.
“Batu Balian merupakan sebuah legenda cerita rakyat yang diceritakan secara turun-temurun sejak orang tua dulu. Jadi batu-batu tersebut dari kepercayaan orang tua dulu adalah manusia suku Dayak yang kemudian berubah menjadi batu,” katanya.
Pengalaman Mapala di Desa Paau
Nasrullah, salah satu mantan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) universitas di Banjarmasin yang sempat mendaki Gunung Haur Bunak pada tahun 2000 silam mengatakan, jangan kan menaklukkan gunung ini, untuk bisa sampai ke Desa Paau saja tergolong tidak mudah.
Selain keberadaannya cukup jauh dari pusat kota, jalan yang dilalui juga sangat menguji adrenalin. Pengunjung, menurutnya, tidak boleh mengesampingkan mistis yang menyelimuti kawasan tersebut.
Pria berkacamata ini menceritakan, saat berada di Desa Paau, dia sempat mengelilingi semua objek wisata di sana selama delapan hari, termasuk ke Batu Balian, air terjun Mandin Panyaluhan Luar dan Mandin Penyaluhan Dalam yang menyajikan keindahan tebing batu setinggi 40 meter yang mengucurkan air tiada henti.
Setelah dibujuk, pehobi hiking ini akhirnya bersedia menceritakan pengalaman mistisnya saat mendaki Gunung Haur Bunak tahun 2000 silam.
Di tengah hutan rimba, dia menyaksikan ada seorang pria tua sedang memancing, di sekelilingnya tumbuhan bergerak-gerak tanpa tiupan angin. Namun lelaki baya itu diam saja, tidak menengok dan mengacuhkan pendatang.
“Saya sempat melihat kejadian aneh seperti yang diceritakan warga sekitar. Sebuah telaga atau kolam kecil berukuran sekitar tiga meter dengan ditumbuhi haur bebunak atau bambu berduri melambai-lambai,” kata dia.
“Lebih aneh lagi, saya lihat ada seorang kakek-kakek dengan topi berbahan purun sedang duduk di tepi telaga sambil mengarahkan kail pancing kedalam air tenang di telaga,” lanjutnya.
Bersama 22 rekannya, Nasrullah kompak mengambil langkah seribu. Karena hal tersebut mereka mencari lokasi lain untuk mendirikan tenda. Dia tidak jadi kamping di dekat mata air.
Menjelang senja, saat matahari nyaris tenggelam, lanjutnya, terdengar suara macan yang mengaum sangat keras. Lagi-lagi hal ini membuat mereka kocar-kacir berlarian masuk semua ke dalam tenda.
“Saat itu ada suara macan, semuanya takut akhirnya berlarian berkumpul di satu tenda,” tuturnya.
Penetapan Desa Paau Sebagai Destinasi Wisata
Kepala Bidang Destinasi dan Pengembangan Wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banjar Faizal Riza Kasransyah menerangkan, objek wisata di Desa Paau saat ini sudah ditetapkan menjadi destinasi wisata di Kabupaten Banjar, Kalsel.
“Sudah masuk sebagai destinasi wisata baru untuk dikunjungi. Di sana juga sudah kita bentuk Pokdarwis yang bisa mendampingi wisatawan saat mengunjungi objek wisata Desa Paau. Jadi, wisatawan bisa lebih nyaman dan aman berwisata di sana,” kata dia.
Faizal, sapaan akrabnya, menjelaskan rute perjalanan untuk dapat tiba ke Desa Paau. Dari Kota Martapura, perjalanan harus mengarah ke dermaga pelabuhan kapal motor di waduk PLTA Riam Kanan di Desa Tiwingan Lama, Kecamatan Aranio.
“Memerlukan waktu paling cepat 30 menit,” ucapnya.
Setelah bernegosiasi dan sepakat soal tarif jasa kapal motor untuk ditumpangi menuju desa Paau, kata Faizal, diperlukan lagi waktu lebih dari satu jam hingga kapal motor bersandar di dermaga Desa Paau.
Setelah itu perjalanan menantang adrenalin penuh perjuangan baru dimulai. Dari Desa Paau memulai petualangan mendatangi objek wisata terdekat yakni Batu Balian yang dapat disusuri dengan berjalan kaki sekitar 40 menit.
Sementara untuk mendatangi objek wisata air terjun Mandin Penyaluhan Luar dan Mandin Penyaluhan Dalam dibutuhkan jalan kaki empat jam jalan kaki.
Sedangkan untuk mendaki Gunung Haur Bunak hingga mencapai puncak, terlebih dulu harus mencapai camp berawan.
“Perlu waktu cukup lama, dari pagi hingga sore hari. Dari camp berawan, perjalanan mendaki kembali memerlukan waktu lebih dari 3 jam,” ujarnya.