Penulis : Redaksi

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.

Jakarta, lenterabanua.com – Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai pemanggilan paksa Bendahara Umum PBNU Mardani H Maming oleh Majelis Hakim Tipikor Banjarmasin sebagai saksi persidangan dugaan suap Izin Usaha Pertambangan (IUP) sudah sesuai dengan Hukum Acara Pidana.

Sesuai Hukum Acara Pidana, menurut Fickar, hakim memang boleh memanggil pihak-pihak yang memang dibutuhkan dan ada kaitannya dengan perkara, di mana ukuran keterkaitan adalah seseorang yang paling tidak mengetahui perkara yang disidang dalam konteks mendengar, melihat atau merasakan sendiri.

“Tidak ada yang salah atau berlebihan atas keputusan hakim melakukan pemanggilan paksa terhadap saksi. Hakim itu di tingkat pengadilan punya wewenang menetapkan pemanggilan paksa dan yang melaksanakan panggilan paksa adalah jaksa. Jadi tidak ada yang salah karena sesuai dengan Hukum Acara Pidana,” kata Abdul Fickar Hadjar, di Jakarta, Jumat (22/4/2022).

Pada persidangan dugaan suap IUP Tanah Bumbu, Mardani H Maming merupakan saksi fakta karena mendatangani SK pengalihan IUP saat masih menjabat Bupati Tanah Bumbu tahun 2011.

“Saksi fakta memang lebih baik dihadirkan langsung ke persidangan. Zoom atau hadir secara langsung sebenarnya hanya soal cara. Tapi aslinya ya dipanggil, artinya kalau tidak ada hambatan yang berarti ya harus hadir ke ruang pengadilan,” tegasnya.

Fickar bahkan mengatakan bahwa penetapan pemanggilan paksa dilakukan hakim jika seorang saksi yang telah dipanggil dua kali tetap tidak datang ke persidangan.

“Karena ini proses peradilan, dipanggil sekali dua kali tidak datang, begitu tiga kali ya dipaksa, diangkut, dibawa. Itu bagus, artinya hakim memerintahkan jaksa untuk membawanya ke sidang,” tegasnya.

Pemanggilan paksa sendiri berarti membawa saksi secara paksa untuk hadir di persidangan.

“Ya dipaksa. Diambil begitu. Namanya panggilan paksa, itu ya dipaksa. Panggil paksa itu namanya pemanggilan fisik, dipaksa secara fisik. Mau atau tidak mau dibawa. Dan jaksa yang bertugas membawanya ke sidang atas perintah hakim, bisa meminta bantuan polisi,” tambahnya.

Fickar juga menegaskan bahwa pemanggilan paksa oleh hakim tidak bisa disebut sebagai upaya kriminalisasi terhadap Ketua Umum HIPMI Mardani H Maming.

“Kriminalisasi itu proses menjadikan seseorang menjadi pelaku kriminal. Nah pelaku kriminal itu statusnya tersangka atau terdakwa. Lha ini kan pemanggilan paksa sebagai saksi. Sepanjang belum ada penetapan jadi tersangka, ya bukan kriminalisasi,” tegasnya.

Hal yang perlu dipahami, terminologi kriminalisasi adalah penetapan seseorang menjadi tersangka tanpa alat bukti.

“Tapi kalau minimal ada dua alat bukti, polisi, jaksa, atau hakim berhak menetapkan seseorang sebagai tersangka. Dan itu bukan kriminalisasi,” jelasnya.

Menurut Fickar, setiap warga negara punya kedudukan yang sama untuk melaksanakan hak dan kewajiban. Jika seseorang dipanggil sebagai saksi persidangan, dia punya kewajiban untuk memenuhi panggilan karena jika tidak memenuhi panggilan bakal ada konsekuensi hukum, yakni dipaksa hadir di persidangan untuk memberi keterangan.

Fickar pun menyarakan Mardani H Maming memenuhi panggilan dan hadir secara fisik ke persidangan.

“Saran saya datang saja, nggak usah takut. Karena apa yang dilakukan hakim bukan mengkriminalkan dia karena hanya sebagai saksi. Kalaupun dia nanti ditersangkakan atau dikriminalkan, kan dia punya hak untuk mengajukan praperadilan,” pungkasnya. ***

Advertisements